Keuntungan Memilih Sabun Mandi Non-SLS dan Paraben

4 minutes reading
Wednesday, 2 Jul 2025 13:26 0 1 Redaksi

Sabun non-SLS dan paraben lebih aman bagi kulit sensitif, ramah lingkungan, dan bebas dari risiko gangguan hormon menurut riset ilmiah terbaru.

Tren gaya hidup sehat tidak hanya menyasar konsumsi makanan dan aktivitas fisik, tetapi juga merambah ke pemilihan produk perawatan tubuh, termasuk sabun mandi. Salah satu perubahan yang menonjol adalah meningkatnya minat konsumen terhadap sabun mandi non-SLS dan paraben, sebagai alternatif yang dinilai lebih aman dan ramah terhadap kulit maupun lingkungan.

Menurut laporan Global Organic Personal Care Market oleh Grand View Research (2023), pasar produk perawatan tubuh berbahan alami diperkirakan mencapai lebih dari USD 25 miliar pada 2030. Salah satu pemicunya adalah meningkatnya kesadaran konsumen akan potensi efek samping dari bahan sintetis seperti Sodium Lauryl Sulfate (SLS) dan paraben, dua kandungan umum dalam produk pembersih tubuh konvensional.

Apa Itu SLS dan Paraben?

SLS adalah surfaktan sintetis yang digunakan untuk menghasilkan busa melimpah dalam sabun dan sampo. Fungsinya memang efektif dalam mengangkat kotoran dan minyak dari permukaan kulit. Namun, banyak studi menyebutkan bahwa SLS bisa menyebabkan iritasi, terutama bagi mereka yang memiliki kulit sensitif.

Sementara itu, paraben adalah kelompok bahan kimia yang digunakan sebagai pengawet. Paraben membantu memperpanjang masa simpan produk dengan mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Sayangnya, paraben dikaitkan dengan gangguan hormon karena sifatnya yang dapat meniru estrogen di dalam tubuh.

Sebuah studi dari Journal of Applied Toxicology (Darbre et al., 2004) menemukan jejak paraben dalam jaringan tumor payudara. Meski belum ada bukti konklusif bahwa paraben menyebabkan kanker, temuan ini memicu kekhawatiran global dan mendorong banyak produsen kosmetik beralih ke formula bebas paraben.

Dampak Negatif SLS dan Paraben pada Kulit

Efek samping SLS telah diteliti dalam banyak jurnal dermatologi. Menurut studi dari International Journal of Toxicology (2005), paparan SLS dalam jangka panjang dapat menyebabkan kulit kering, gatal, hingga mengganggu skin barrier, yaitu lapisan pelindung alami kulit. Gangguan pada skin barrier ini dapat memicu peradangan dan memperburuk kondisi seperti eksim atau dermatitis.

Sementara itu, paraben telah disebut dalam beberapa riset sebagai pengganggu endokrin. Studi oleh Boberg et al. (2010) dalam jurnal Reproductive Toxicology menunjukkan bahwa paparan paraben dalam jumlah tinggi dapat mempengaruhi sistem reproduksi pada hewan. Meskipun penelitian pada manusia masih berlangsung, banyak konsumen memilih pendekatan preventif dengan menghindari bahan ini.

Keuntungan Memilih Sabun Bebas SLS dan Paraben

Menghindari kedua bahan ini bukan sekadar tren, tetapi bagian dari pendekatan perawatan kulit yang lebih bijak dan alami. Berikut beberapa keuntungan sabun mandi non-SLS dan paraben:

1. Lebih Lembut untuk Kulit Sensitif

Sabun bebas SLS cenderung menggunakan surfaktan alternatif yang lebih lembut seperti sodium cocoyl isethionate atau bahan berbasis minyak nabati. Ini membuatnya lebih aman untuk digunakan setiap hari, bahkan oleh bayi atau penderita dermatitis atopik.

2. Menjaga Keseimbangan pH Kulit

SLS dapat mengganggu keseimbangan pH alami kulit yang berada di angka 4,5–5,5. Ketidakseimbangan ini bisa memicu pertumbuhan bakteri dan jamur. Sebaliknya, sabun non-SLS seringkali diformulasikan untuk mempertahankan pH seimbang, membantu menjaga skin barrier tetap kuat.

3. Meminimalkan Risiko Gangguan Hormon

Dengan menghindari paraben, pengguna dapat mengurangi risiko paparan bahan kimia yang memiliki sifat menyerupai hormon estrogen. Ini sangat penting bagi mereka yang memiliki riwayat keluarga terkait gangguan hormon atau kanker payudara.

4. Ramah Lingkungan

SLS sulit terurai di lingkungan air dan bisa merusak kehidupan akuatik. Produk non-SLS cenderung menggunakan bahan biodegradable yang lebih mudah diurai oleh alam. Hal yang sama berlaku untuk paraben, yang residunya dapat terdeteksi dalam air limbah dan mengganggu sistem hormonal satwa air.

Studi dan Bukti Ilmiah

Sebuah riset dari Contact Dermatitis Journal (Groot & Frosch, 1997) mengungkapkan bahwa sekitar 42% responden mengalami iritasi kulit setelah terpapar SLS. Penelitian lainnya dari Environmental Science and Technology (2012) juga menemukan kandungan paraben dalam air limbah rumah tangga, yang berdampak pada sistem reproduksi ikan jantan di ekosistem air tawar.

Badan pengawas seperti European Commission dan FDA memang masih mengizinkan penggunaan paraben dan SLS dalam batas aman. Namun, negara seperti Denmark dan Prancis telah mengambil langkah lebih jauh dengan membatasi penggunaan beberapa jenis paraben pada produk bayi dan anak-anak.

Konsumen Indonesia Mulai Beralih

Di Indonesia, minat terhadap sabun mandi alami meningkat seiring meningkatnya edukasi publik melalui media sosial dan komunitas natural living. Banyak konsumen mulai membaca label bahan aktif di produk yang mereka gunakan sehari-hari. Bahkan, beberapa brand lokal kini mengusung prinsip “clean beauty” — menawarkan sabun mandi non-SLS dan bebas paraben yang menggunakan bahan alami seperti minyak kelapa, minyak zaitun, hingga minyak esensial.

Salah satu sabu natural non SLS dan parben di Indonesia bisa Anda lihat di website Flos Aurum. 

Memilih sabun mandi non-SLS dan paraben bukan hanya soal ikut-ikutan gaya hidup, tetapi bagian dari keputusan sadar untuk menjaga kesehatan kulit, tubuh, dan lingkungan. Meskipun produk ini mungkin memiliki harga sedikit lebih tinggi, manfaat jangka panjangnya — baik dari sisi kesehatan maupun keberlanjutan — menjadikannya investasi yang layak.

Dengan semakin banyaknya bukti ilmiah dan meningkatnya kesadaran konsumen, arah industri perawatan tubuh pun perlahan beralih ke arah yang lebih alami dan bertanggung jawab. Dan dalam perubahan ini, setiap pilihan kecil yang kita ambil saat mandi bisa berarti besar.

Artikel ini juga tayang di vritimes

Featured

Recent Comments

No comments to show.
LAINNYA